Kemarin, sekolah anak saya mengadakan acara outing ke Kebun Raya Bogor. Saya meliburkan diri dari kantor sehari saja demi mendampingi si kecil jalan-jalan ke Bogor. (Pak Bos, terimakasih atas pengertiannya). Di acara ini, saya bertemu dengan ibu-ibu yang lain, Ibu-ibu teman anak saya tepatnya. Terus terang ini pertama kalinya saya berkumpul dengan mereka.
Bisa dibayangkan dong jika Ibu-Ibu berkumpul, rame pastinya. Ngobrol macem-macem, segala aspek IPOLEKSOSBUDHANKAM pun dibahas. Saya???? Saya merasa berada di lingkungan baru, hanya bisa lebih banyak diam, dan membisakan diri bahwa saya sudah harus bisa dan biasa berada di situasi seperti ini. Karena selama ini, lingkungan saya kan cuman rumah, kantor, dunia maya. Jadi ini adalah lingkungan baru buat saya, orang-orang baru buat saya. Saya harus bisa masuk ke lingkungan ini dan dengan orang-orang di dalamnya. Jadi apa masalahnya???? Jadi intinya apa??? Bukaaaann, ini bukan cerita jalan-jalan ke Kebun Raya Bogor. Kalau mau itu, bisa googling, banyak kok yang nulis tentang KRB di blognya.
Ehhmm...bukan masalah sih sebenarnya, cuman mo sharing aja. Di sebuah kesempatan, saya ngobrol dengan seorang ibu dari teman sekelasnya si kecil, anaknya dan anak saya sama-sama di kelas Play Group. Intinya, dia menanyakan apakan saya akan tetap menyekolahkan anak saya di TK ini atau mau hengkang seperti halnya ibu-ibu yang lain. Whaaattt??? Saya sempat bingung dengan pertanyaan si Ibu tadi
Kemudian dia menjelaskan, kalau beberapa orang tua akan memindahkan anak-anaknya dari TK ini, dengan alasan apa yang di bayar tidak sesuai dengan apa yang di dapatkan. Oke, saya mulai penasaran doong... Dari beberapa alasan yang diceritakan si ibu bisa saya simpulkan seperti ini:
- Sekolah ini terkenal mahal kalau dibandingkan dengan sekolah-sekolah di sekitarnya
- Katering yang disediakan oleh sekolah menunya tidak sesuai dengan yang di bayar, masak anak-anak cuman dikasih tahu tempe terus.
- Orang tua anak-anak TK A, yang tahun depan akan masuk SD, mulai kawatir dengan perkembangan anak-anaknya yang belum jua lancar membaca.
Okelaaahh....saya hanya bisa ber "Ooooo..." saja. Kenapa??? mari kita bahsa satu-persatu sodara-sodara>
- Sekolah ini mahal?? Menurut saya, mahal tidaknya sebuah sekolah hanya bisa diukur dengan kemampuan keuangan tiap keluarga. Dan prinsip saya adalah, saya tidak mencari sekolah mahal, meskipun bisa dibilang kalau sekiolah mahal berarti kualitasnya pasti bagus. Tapi, saya mencari sekolah yang terjangkau. Terjangkau bagi saya secara keuangan, dan terjangkau secara jarak dari rumah dan sekolah, serta terjangkau di segi mutu sekolahnya. Untuk yang terakhir ini seperti ini maksudnya: Kita para orangtua, saya khususnya, ketika mencari sekolah untuk anak pasti ada sesuatu yang di dinginkan, misalnya mau sekolah yang bilingual, mau sekolah yang berbasis Islami, mau sekolah dengan sistim montessori, mau sekolah yang begini, yang begitu, yang pasti tiap orangtua punya keinginan yang berbeda-beda. Menurut saya, sekolah ini sudah "terjangkau" dari 3 aspek tadi. Sekolah ini adalah sekolah dengan basic Islami. TKIT (Taman Kanak-kanak Islam Terpadu), dilengkapi dengan Day Care, jadi saya bisa titipkan si kecil sampai sore karena saya bekerja, letaknya tidak jauh dari rumah. Tetapi sekolah ini tidak bilingual, yang menurut saya sih tidak apa-apa ya, karena mungkin akan lebih gampang jika si kecil kenak bahasa Indonesia dulu, nanti kalo mau ngomong enggres ya tinggal di les kan saja.
- Masalah menu makanan. Sebelum saya memutuskan memilih sekolah ini untuk sekolah pertama si kecil, saya terlebih dahulu bertanya tentang makanan yang disajikan, apakah memakai MSG atau tidak, dan ternyata memang tidak memakai MSG. Itu saja yang waktu itu menjadi concern saya, masalah menu terserah apa saja. Jika sekarang ibu-ibu itu mengeluh menunya itu itu saja, karena katanya anak-anak di rumah sudah bisa makan makanan yang enak, dan di sekolah makanannya bisa saja. Jadi penasaran, EMANGNYA MEREKA MAKAN APA SIH??? Ya kalau saya pribadi sih ga masalah dengan menu makanan sekolah (setiap hari saya dapat laporan tertulis dari pihak sekolah tentang menu harian yang di makan anak saya)
- Point ke tiga ini yang menurut saya paling penting. Merekan gelisah karena anaknya belum bisa membaca. PADAHAL saya gelisah dan ketakutan kalau-kalau anak saya diajari ca lis tung di sekolahnya. HAH?? Iya, saya tidak mau si kecil diajarin calistung. Bukannya tidak mau, tapi tidak sekarang. Saya sempat bertanya kepada Ibu guru, pakah anak saya sudah diajarin membaca? karena di suatu malam, si kecil minta saya untuk menulis huruf dengan garis putus-putus dan dia yang menyambungkan garis-garisnya. Ketika itu saya ketakutan, Lho kok udah diajari nulis sih?? Ternyata setelah saya konfirmasi, hanya pengenalan saja sekalian melatih motorik harus dan latihan memegang pinsil. Baiklaahh...amaann berarti. Saya menyadari ketakutan ibu-ibu yang lain, ibu-ibu yang nakanya sudah di TK A, dimana sekarang kan masuk SD sudah harus bisa membaca dan berhitung. Saya jadi mikir, kalau saya berada di posisi ibu-ibu itu bagaimana ya?? Ya pasti khawatir ya, tapi kan kita bisa bantu belajar membaca di rumah, kita bisa panggil guru privat ke rumah, atau kita bisa masukkan ke lembaga bantuan belajar yang sekarang sudah menjamur di sini. Mengapa harus menyalahkan sekolah ketika anak kita tidak mencapai sebuah titik yang kita harapkan? Kita tidak seharusnya menyerahkan 100% pendidikan anak kita pada sekolah. Sekolah bukan satu-satunya tempat belajar bagi anak-anak kita. KELUARGA adalah tempat belajar pertama dan selama-lamanya bagi anak-anak kita. Sekolah dan Guru hanya membantu kita, sebagai orang tua. Pemegang kendali penuh atas pendidikan anak tetaplah orang tua. Guru?? Mereka adalah partner kita. Kita harus bekerja sama dengan mereka.
Menurut saya, biarlah anak-anak berbahagia di masanya. Mereka harus benar2 bahagia, mereka harus merasakan bermain sepuasnya,karena nanti ada saatnya mereka memikul tanggung jawab untuk belajar.