Rabu, 16 September 2015

SEKOLAH

Sekolah adalah tempat belajar. Belajar banyak hal, mulai dari pelajaran akademik dan non akademik. Misalnya bagaimana bersopan santun, bagaimana bergaul dengan guru dan teman-teman. Tetapi, waktu yang dihabiskan oleh anak kita di sekolah hanya sepersekian hari dari 24 jam harinya. Silakan hitung sendiri, jika si anak bersekolah dari jam 8-12, berarti anak hanya menghabiskan 1/6 harinya di sekolah, di bawah asuhan Bapak dan Ibu guru. Selebihnya?
Selebihnya, anak menghabiskan waktu di rumah, di bawah pengawasan kita sebagai orang tua. Bayangkan,  kadang kita tidak sadar, bahwa sebenarnya waktu anak-anak paling banyak dihabiskannya bersama kita di rumah. Tetapi kita menaruh harapan yang terlalu banyak pada sekolah. Tanpa sadar bahwa "sekolah" sebenarnya adalah bersama kita, orangtuanya. "Sekolah" itu bernama KELUARGA
Sejak bangun tidur sampai waktunya tidur malam tiba, anak berada di rumah. Kebiasaan-kebiasaan baik dimulai dari rumah, dari hal-hal baik yang dilakukan secara rutin dapat menumbuhkan  kebiasaan baik kepada anak kita. Sebaliknya, tanpa sadar kita terkadang melakukan hal-hal yang tidak baik, yang akan dicontoh oleh anak kita tanpa kita sadari. Kontrol ada di tangan kita. Mau dijadikan seperti apa anak kita itu semua ada di tangan kita. Tangan kita yang mencetak kebiasaan-kebiasaan yang akan dibawanya kelak sampai dewasa, tangan kita pula yang mengajarkan bagaimana bersopan santun ketika dia bergaul, dan tangan kita yang terangkat ketika berdoa yang akan memberinya segala-galanya. Karena doa adalah ujung tombak dari setiap usaha kita. Karena doa yang akan melindungi anak kita ketika tangan kita yang hanya dua ini tak bisa melindunginya.
Saya menulis ini bukan karna saya sempurna, justru karena saya merasa banyak kekurangan sebagai "sekolah" bagi anak saya. Saya masih harus terus belajar menjadi "sekolah" yang baik. Diselingi dengan sekolah bersama Ibu dan Bapak guru, saya sebagai orang tua berharap anak saya bisa belajar banyak hal. Hal yang mungkin sekarang tidak penting baginya terapi akan menjadi penting ketika dia dewasa kelak.
Setiap orang tua pasti punya banyak keinginan untuk anaknya. Tak sedikit juga yang memaksakan keinginannya kepada anak, mungkin saya juga salah satunya. Tetapi, seiring dengan proses saya belajar menjadi sekolah yang baik untuk anak saya, semakin sadar bahwa keinginan saya seharusnya sederhana saja. Saya ingin anak saya menjadi anak yang selalu berjalan di jalan Allah, dengan ridho dari Allah sepanjang hidupnya.
Tulisan ini bukan berarti menyepelekan peran sekolah dengan Bapak dan ibu guru di dalamnya, beserta sistem pendidikan yang selalu diperbaharui demi tercapainya cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa. Peran sekolah pastinya sangat penting bagi anak saya. Banyak kemajuan positif yang dialami anak saya semenjak saya memasukkannya ke sekolah tempat dia belajar hampir 3 tahun ini. Kemampuan verbal, keberanian berpendapat, serta pengenalan huruf dan angka tidak dapat saya pungkiri bahwa itu hasil dari didikan penuh kasih dari para ibu guru. Teman-teman di sekolah membuatnya belajar bagaimana bersosialisasi, bagaimana menghadapi konflik serta bagaimana dia mengenal pribadi orang lain selain keluarganya di rumah.
Banyak hal yang di dapat dari sekolah, dan banyak hal juga yang bisa didapat di luar sekolah. Ingat, waktu anak di sekolah hanya 1/6 hari saja, sisa harinya anak bersama dengan kita, orang tua dan keluarganya. Kita gak mau kan anak hanya pintar secara akademik tetapi ketika bergaul dengan lingkungan dan teman-temannya selalu saja mengalami konflik.
Semoga kita semua bisa menjadi sekolah yang baik bagi anak-anak kita. Semoga kita juga bisa terus belajar menjadi manusia yang baik, sehingga bisa mendidik anak dengan baik pula. Amin.

si kecil sedang menikmati pantai yang penuh dengan kapal di East Coast Park Singapura
Read More

Sabtu, 02 Mei 2015

Dear Diary

Mungkin sebagian dari kita masih kenal sama yang namanya nulis diary. Jaman SMP-SMA, saya seneng banget nulis diary. Segala cerita hari itu biasanya saya tulis malem di buku diary. Dari cerita biasa sehari-hari saya ngapain aja sampe cerita ketemu cowok gebetan pas sepulang sekolahpun pasti ditulis di diary ini. Misalkan hari itu ada kejadian lucu di sekolah, saya pasti udh gak sabar pengen cepet-cepet nulis di diary. Kalo lagi gak banyak cerita ya paling cuma butuh selembar, tapi kalo udah cerita banyak bisa habis berlembar-lembar halaman diary. Seingat saya, saya punya sampe 3 lebih buku diary, dan salah satunya buku diary yang ada kuncinya, hahahahaaaaa iya, ada kuncinya, kalo dipikir-pikir ngapain juga buku pake dikunci, ya mungkin jaman itu saya ga pengen cerita-cerita saya dibaca oleh orang lain, biasalah abege labil, pengen maen rahasia-rahasiaan gitu.
Pernah pas udah kerja, saya mudik kampung, saya nemu salah satu buku diary jaman smp deh kalo gak salah. Saya baca-baca lagi, iiihh najis banget deh ceritanya, saya yang udh gede inipun ngerasa kok bisa ya saya nulis gitu. Kejadian-kejadian yang dulu saya anggap penting bisa jadi cheesy bgt pas saya udah gede gini (ciieee...gede apa tua, neng?). Malu ama diri sendiri pas baca2 kejadian-kejadian jaman dulu. Kadang di beberapa lembar terselip puisi-puisi yang saya tulis. Ato guntingan gambar boybands idola saya pas jaman SMP.
Penasaran deh, jaman sekarang masih ada gak ya abege seumuran saya dulu, SMP-SMA, yang masih nulis diary, secara ya sekarang jaman udah canggih, media sosial udah banyak macemnya. Facebook, twitter, path instagram, bahkan status bbm yang bisa dipakai sebagai sarana curhat. Gak perlu nunggu duduk di meja belajar buat nulis diary, baru kejadian aja sdh bisa langsung apdet status bbm. Bete sama seseorang bisa langsung cuap-cuap di facebook. Kadang pake nyindir-nyindir #nomention segala tapi sebenernya pengen banget dibaca sama seseorang. Eheemmm ehemmm...ini berdasarkan pengalaman sendiri :p
Tetapi, buat saya hakekatnya tetep beda ya antara nulis di diary dan curhat di media sosial. Yang namanya diary itu kan kita gak pernah ngarep dibaca sama orang lain, saking gak pengen ketahuan kita nulis apa sampe beli diary yang ada gemboknya, cuman gak nemu aja dulu diary yang ada petinya skalian pake passcode buat buka. Nah kalo koar-koar di media sosial kan otomatis apa yang kita tulis itu akan dibaca oleh orang-orang yang ada di lingkungan pertemanan kita di. Ini nih yang sering bikin saya gak habis pikir, ato mungkin dulu saya juga pernah ngelakuin ya, cm sekarang sudah insap kali ya, hahahahaaa...nulis sesuatu, misal di facebook, yang menurut saya ini seharusnya tidak ditulis di sini, karena mengandung aib orang lain, ato ada seseorang yang akan tersinggung dengan tulisan tsb, entahlah saya juga bingung yang nulis ini sadar gak ya kalo media sosial ini bukan diary. Gak semua apa yang ada di otaknya tuh bisa dibuka-buka di sana. Mungkin karena hidup di jaman serba canggih sampe-sampe gak kenal sama yang namanya diary.
Hahahahaaa tapi gak gitu juga kali ya..
Saya rasa orang-orang yang seperti itu sadar kok akan apa yang mereka tulis, tapi mungkin agak sedikit lupa bahwa hal-hal yang mengandung aib orang lain hendaknya tidak ditulis di media sosial, karena dengan membuka aib orang lain itu gak bikin kita jadi tambah suci lho. Yang ada malah orang lain yang ngebaca tulisannya jadi gak respect karna isinya jelek-jelekin orang mulu.
Gak semua orang tau dan sadar bahwa ada hal-hal yang seharusnya gak kita sebar di sebuh media sosial. Gak semua foto-foto yang kita anggap menarik kita bisa sebar di wall. Gak semua berita-berita bisa kita share dengan gampangnya. Emang sih gampang tinggal klik tombol share, maka tersebarlah berita itu. Tetapi apa pernah mikir bagaimana reaksi yang membaca, apakah nanti akan timbul perdebatan ato gak, apa ada yang tersinggung dengan berita tsb ato ga, ya gak tau ya kalo emang tujuannya emang buat bikin sesorang ato sesepihak tersinggung, itu lain lagi ceritanya.
Trus filternya dari mana untuk tau mana hal yang kita anggap boleh ato ga boleh ditulis di media sosial? kalo menurut saya sih cm satu ya, pokoknya pas lagi mikir mo apdet sesuatu, otak sama dengkul jangan ketuker. Itu aja.

Semoga saya akan selalu inget pernah nulis ini, jd bisa mikir dulu kalo mau bikin status, dan semoga otak sama dengkul saya lagi gak ketuker pas mau publish tulisan ini.

Jadi kangen nih nulis diary lagi nih

^^V
Read More

Rabu, 25 Februari 2015

Buku, Gadget, dan Anakku


book and gadget
Hellooooo...
Kali ini mo ngomongin masalah yang sepertinya setiap keluarga punya aturan sendiri-sendiri tentang hal yang satu ini. Yang akan saya omongin di bawah ini adalah yang ada di keluarga saya ya, jadi yang baca bisa aja angguk-angguk setuju ato malah buang muka karna ga sependapat, hehehee...gpp, kan kata The Urban Mama, there is always a different story in every parenting style. So, mari kita keluarkan saja unek-unek di kepala ini.

Perangkat telepon pintar, tablet serta komputer mungkin bukan hal yang aneh lagi bagi bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian. Pun juga buat adek-adek yang masih cimit sekalipun gak aneh dengan barang ini. Kadang anak-anak yang basih balita pun sudah jago pencat pencet layar sentuh di hp atopun tablet. Tapi ada pula yang orangtuanya membatasi atau bahkan melarang keras anak-anaknya bermain-main dengan HP atau Tablet.

Saya dan Pak Suami kebetulan bukan tipe yang melarang anak bergaul dengan gadget. Kami hanya membatasi, jadi anak punya waktu tertentu yang telah kita tentukan dan (terpaksa) dia setujui. Untuk tv pun, tiap hari dia nonton tv, karena kami melihat tidak semua tayangan tv itu negatif kok, jika kita sebagai orang tua mampu memilih tayangan apa yang menurut kita pantas buat anak-anak, mungkin dampak negatifnya tidak separah yang dibahas di beberapa artikel-artikel.

Saya termasuk orang yang suka membaca, dan saya ingin kebiasaan ini juga menular kepada anak saya. Jadi, selain mengenalkan dia dengan tab, nintendo saya juga mengenalkan dia dengan buku. Mungkin hasilnya belum terlihat sekarang, tapi saya berharap segalanya bisa berjalan dengan seimbang.

Jadi intinya, segala sesuatu memang harus kita fikirkan matang-matang. Kapan dan apa yang terbaik buat anak-anak hanya kita sebagai orang tua yang tau. Maka, tidak heran jika banyak sekali gaya asuh yang berbeda-beda. Bijaklah dalam menilai atau mengkritik gaya asuh orang tua yang lain. Karena prioritas masing-masing berbeda, kan? Karena kita juga punya pilihan yang sama susahnya dalam memilih mana dan apa yang terbaik buat anak kita. So, choose wisely, Parents.
Read More

Belajar Motret

Sebenarnya banyak sekali keinginan yang sampai saat ini blom kesampaian. Pengen bisa menjahit, pengen bisa maen gitar, pengen bisa merajut. Untuk merajut, sudah pernah coba, hasilnya? Satu tas rajut kecil. Lumayan. Terakhir, yang lagi dipelajarin tapi sepertinya teorinya susaaaahhh bgt itu adalah motret pake dslr.
Ulang tahun yang ke tigapul...tiiiittt *sensor* dapet hadiah Sebuah kamera dslr dari Pak Suami. Makanya pengen bgt bisa pake dslr. Bisa sih bisa ya pakenya, tp ga bisa move on dr mode auto. Hahahaaaa....brasa gak guna bgt pake dslr tapi pakenya mode auto terus. Makanya saya lg baca buku ttg dslr dan liat di video di youtube. Kursus? Iya sih kepikiran buat ikutan semacam short course, tapi blom ada waktu. Kenapa gak ikut komunitas fotografi yang sering hunting jadi bisa sekalian belajar? Kayaknya mendingan weekend-nya sama anak + suami aja. Rempong yak, pengen bisa tapi gak mau berkorban waktu
Tapi, ada sesuatu yang mengganjal sampai saat ini sepertinya saya blm dapat jawabannya. Hobby motret? Eeerrrrr...hobby gak ya? Yang jelas, saya suka jalan-jalan, dan meng-capture apapun yang menurut saya menarik.
So, tetap belajar dan belajar. Ini beberapa hasil foto dg dslr dengan mode auto. Hahahaaaa...









Read More
Powered By Blogger
Diberdayakan oleh Blogger.

© 2011 Me, My self and The Universe, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena